OAtekno.com – Dalam fotografi seluler, ada tiga tantangan terbesar bagi pengguna yang kerap dijumpai untuk menghasilkan citra visual warna yang nyata.
Pertama, tantangan meniru reaksi otak dan memori manusia terhadap warna; secara ilmiah, warna adalah respons psikologis dan fisiologis terhadap gelombang cahaya yang ditangkap mata dan otak manusia, di mana turut dipengaruhi oleh persepsi masing-masing orang.
Kedua, tantangan memperkirakan sumber cahaya di sekitar; lensa kamera membutuhkan estimasi dalam menangkap cahaya sekitar agar visual yang dihasilkan terasa hidup dan nyata, tidak seperti mata manusia yang dapat hanya dengan mempertimbangkan warna.
Terakhir, tantangan dalam mengukur respons psikologis mata manusia; saat mengukur respons psikologis mata manusia dalam mengamati warna, seseorang harus mempertimbangkan adaptasi kromatik, kemampuan untuk sepenuhnya atau sebagian beradaptasi dengan perubahan iluminasi untuk menstabilkan tampilan warna dari suatu obyek.
Ketika rasio adaptasi warna oleh kamera smartphone tidak sesuai dengan mata manusia, maka dialihkan melihat suhu warna berbeda antara dingin dan hangat, sehingga mempengaruhi dan mendistorsi saturasi warna.
Sementara itu, muncul istilah Luther condition untuk mengatasi ketiga tantangan di atas. Kondisi ini dapat mengubah kurva respons perangkat dan kurva respons mata secara linier, sehingga menghasilkan estimasi cahaya sekitar yang akurat, dan mendukung kemampuan adaptasi warna yang lebih baik. Ini menjelaskan mengapa warna yang sama pada kamera mungkin terlihat berbeda di mata manusia.
Untungnya, berkat teknologi pencitraan yang semakin canggih, sudah ada beberapa smartphone yang bisa melahap tiga tantangan tersebut, salah satunya adalah Huawei P50 Pro.
Melalui inovasi True-Chroma Image Engine yang revolusioner, memungkinkan kamera utama Huawei P50 Pro menangkap gambar mendekati warna aslinya.
Namun jika ditilik lebih dalam, terhadap tiga langkah jitu teknologi tersebut dalam menjadikan bidikan foto dan rekaman video terasa begitu nyata warnanya. Ketiga hal tersebut adalah:
Sensor Multi-Spektrum yang Meniru Mata Manusia
Matriks super pada kamera utama HUAWEI P50 Pro terdiri dari dua lensa, yakni lensa RGB dan lensa monokrom, serta sensor multi-spektrum. Lensa RGB mirip dengan sel kerucut mata manusia, yang bertanggung jawab atas persepsi kecerahan.
Sementara lensa monokrom sama dengan sel batang mata manusia, yang merasakan kecerahan dalam skenario cahaya rendah. Menggabungkan keduanya, Huawei menciptakan sensor multispektrum 10 saluran untuk mendapat informasi warna sekitar yang lebih akurat.
Kini, melalui Huawei P50 Pro, Huawei memperkenalkan teknologi sensor multi-spektrum 10 saluran generasi berikutnya dengan puncak spektrum dan bandwidth yang dioptimalkan.
Inovasi ini dapat membaca hampir seluruh spektrum cahaya, sehingga secara signifikan meningkatkan kinerjanya di bawah cahaya redup sambil mempertahankan konsistensi warna.
Meniru Respons Psikologis Manusia
Kamera utama Huawei Pro menawarkan pendekatan baru untuk menggantikan modul AWB dan CC tradisional untuk menghasilkan warna yang nyata, yakni dengan memanfaatkan algoritma AI Color Constancy yang kuat.
Setelah melalui lebih dari 40.000 pengujian gambar, algoritma ini telah mampu memahami dengan baik revitalisasi atmosfer dan warna cahaya sekitar berdasarkan adaptasi kromatik.
Pencitraan Lebih Presisi
Untuk mengikat warna yang nyata, Huawei mempertajam modul peningkatan warna sehingga mampu hadirkan presisi ekstrem dalam mengoreksi perbedaan optik dan memulihkan detail dalam gambar.
Huawei P50 Pro baru melakukan penyesuaian halus untuk lebih dari 2.000 warna, alih-alih mengoptimalkan blok warna prioritas hanya dalam gamut (keseluruhan) warna standar merah, hijau dan biru (sRGB).
Kini, dengan mengedepankan gamut warna P3 secara penuh, Huawei P50 Pro dapat mengidentifikasi warna secara akurat, bahkan hingga mendeteksi perbedaan kecil antara berbagai warna yang senada.